Senin, 06 Agustus 2012

Membumikan Al Qur'an di Rumah


Bulan ramadhan adalah bulan diturunkannya Alqur'an, kitab yang merupakan mukjizat bagi nabi Muhammad SAW. Tidak seperti mukjizat Nabi dan Rasul sebelumnya yang tidak dapat lagi kita saksikan. Alqur'an hingga saat ini bisa kita saksikan. 

Kitab ini diturunkan sebagai petunjuk bagi manusia. siapapun yang memegangnya sebagai petunjuk, maka ia tidak akan pernah tersesat. Karena itulah penting untuk selalu menjadikan Alqur'an sebagai panduan, bacaan, dan hafalan untuk semua anggota keluarga khususnya, dan masyarakat umumnya. 

Namun ada kondisi yang menyedihkan. Tidak sedikit dari mereka tidak lagi bisa membacanya, walaupun mereka berlatar belakang pendidikan perguruan tinggi. Ini terjadi tatkala keluarga tidak mementingkan pembelajaran Alqur'an. Hal ini disebabkan karena ketidakmampuan orang tuanya membaca Alqur'an. Padahal tidak sedikit permasalahan yang menimpa keluarga-keluarga muslim saat ini, jalan keluar yang diinginkan bersumber dari Alqur'an. Tak jarang mereka mendataingi orang yang dianggap paham terhadap Alqur'an dan meminta jalan keluar yang sesuai dengan syariah Islam yang terkandung dalam Alqur'an. 

Ini artinya, kita tidak dapat menyepelekan Alqur'an. Upaya serius harus dipikirkan dan diwujudkan agar keluarga kita dekat dengan Alqur'an. Maka berikut ini tips menjadikan keluarga mencintai Alqur'an. 

Pertama: 
Membiasakan anak mengenal huruf hija'iyyah sejak ia mulai belajar bicara. Biasanya ia akan cepat menghafalnya dengan cara menyanyi atau mengenalnya dalam bentuk gambar-gambar yang menarik. Orang tua bisa mengenalkannya dan menyanyikanya setiap hari. Jika memiliki perangkat teknologi canggih tentu lebih membantu. Pada tahap ini orang tua akan dihadapkan dengan ketidakpedulian anak. Sering anak pada usia ini akan lebih tertarik pada mainannya. Tapi jangan berputus asa. Hindarkan marah padanya karena akan bisa merasa takut kemudian ia akan merasa malas untuk mengulanginya kembali. 

Kedua:
Padukan hafalan dengan tulisan secara kontinyu. Misalnya ketika ia ucapkan huruf ba, maka kita tunjukkan padanya tulisan huruf ba. Biasanya usia anak menjelang tiga tahun bisa diarahkan belajar seperti ini. Untuk menambah perbendaharaan kata dalam bahasa Alqur'an , bahasa arab dapat ditambahkan nama-nama benda, angka, anggota tubuh, dan sebutan-sebutan nama keluarga dalam bahasa Arab. Kebiasaan dengan nyanyian dan bermain masih tetap diteruskan. Apabila ketertarikannya bertambah, maka bisa dilanjutkan dengan metode iqra'.

Ketiga:
Usia 4 tahun keatas akan semakin tertarik dengan iqra'nya. Orang tua bisa mengajarkan setiap hari dengan waktu yang konsiten agar ia terbiasa dengan waktu tersebut. Tambahkan dengan menirukan tulisan Arab, kemudian ia menirukan ulang tulisan tadi. 

Keempat:
Tambahkan dengan hafalan ayat suci Alqur'an. Pada usia 4 hingga 7 tahun, ia hanya mendengarkan hafalan orang tuanya hingga ia pun akan menirukannya. Penting untuk diingat, orang tua harus berupaya membacakan ayat suci Alqur'an yang dihafalkan dengan cara tartil. Karena jika tajwid atau makhrajul huruf dan sifat hurufnya salah, maka anak akan meniru kesalahan tersebut.

Demikianlah cara mendekatkan keluarga pada Alqur'an. Cara ini akan terus menerus menyibukkan seluruh anggota keluarga untuk belajar Alqur'an. Ayah, Ibu bahkan nenek dan kakeknya akan ikut terlibat. Inilah ladang amal kita sebagai orang tua, yang kelak akan dipersembahkan oleh Alloh SWT pada catatan amal kita pada yaumil hisab. Kata kunci untuk orang tua adalah sabar. Tanpa kesabaran kegagalan akan kita tuai. Selamat mencoba. (Ummu Salamah) *

*Sumber : Koran Media Umat; edisi 87, 15 ramadhan - 19 syawal 1433 H/3 agustus - 6 september 2012; Kanal Muslimah, hal. 25

Senin, 30 Januari 2012

Diary Biru


Bismillahirrahmanirrahiim,


Gadis berpostur sedang itu berdiri. Tugasku semakin menumpuk, gerutunya pula. Lagi. Dan semua terbengkalai begitu saja. Tumpukan kaos kakiku yang sudah seminggu ini belum sempat ku kucek. Walau satu saja. Alhasil, aku mesti ngubek kardus sarimie, tempat kaos kaki biasa kusimpan. Bikin lama. Adanya satu putih bening, satunya lagi putih coklat. Daripada tidak ada, ku pakai juga kaos kaki belang itu, lagian sudah telat pula. Teringat juga dengan  tumpukan tugas kuliah. Satu-satu antri minta tangan-tangan rajinku untuk kembali menjamah lembaran kertas itu. Sudah kususun rapi sebenarnya, mana yang harus kukerjakan hari ini, mana yang harus ku tunda besok. Tapi hingga dua pekan ini, aku malas sekali untuk mengecek atau sekedar untuk melihatnya. Ditambah dengan  jadwalku yang padat sekkali. Wara-wiri kadieu kaditu. Pusing....Bingung. Sudah banyak pekerjaan numpuk, masih mau menambahkan jadwal acara di Diary Biru, tempat coretan curahanku sehari-hari. Ada-ada saja, atau Ada yang lebih merasakan hal seperti diriku? Haduh...kenapa aku jadi kemerungsung seperti ini. Lagi. Dan gadis berpostur sedang itu  benar- benar menggurutu.

Jalan memanjang itu kususuri dengan pandangan kosong. Desiran angin yang menggerak-gerakan ujung jilbabku, sedikitpun tak memberiku kesan untuk sekedar merasa terbuai. Atau bahkan membuatku sedikit menarik otot-otot pipiku untuk tersenyum pada lalu lalang manusia yang mengenal rupaku. Manapula yang mau menyapaku dengan mukaku yang kiut seperti ini. Disangka mirip keong racun siy iya, wong jalanku ini lo, pelan sekali. Seperti membawa beban di pundak berton-ton.  Oops...ah ada apa denganku sebenarnya. Manapula lah ada orang yang mau menyapaku.  Plus  jalanku yang mirip tidak punya nyali untuk menatap kearah depan, sampai-sampai pundakku harus ditepuk berkali-kali ketika teman satu kostku menghampiriku. Lalu seakan semua sudah tahu dari raut mukaku yang mirip kerupuk diguyur sambal kacang, jika sudah begini, tidak karu-karuan. Tersenyum tapi dengan mimik mati. Raut muka melebar tapi tidak tersenyum. Apa ada yang bisa membahasakan apa yang kini menimpaku???

”Ada apa?” Kak Elsa, teman senior di kost ku merespon. Respon pertama dari yang sudah-sudah lantaran jawabku ya itu tadi. Tidak karu-karuan. Tersenyum tapi dengan mimik mati. Raut muka melebar tapi tidak tersenyum.

”Curhat juga bisa membuka masalah kok Rhei, jangan terlalu berburuk sangka kepada orang lain”. Terangnya membuka pembicaraan, yang mendapatiku dengan faceku yang masih kiut. Kini senior ku itu menatap retina kecilku. Seorang senior yang baik, meski ia tengah disibukkan dengan skripsinya, mau juga memperhatikan mimikku yang akhir-akhir ini memang garing dari senyum. Jika senyum pun, hanya bertahan dua detik diraut pipi. Ah, macam manapula kedaanku ini. Sambil melangkah perlahan, kami menepi pada dahan pohon nan rindang, sejenak menempatkan kaki-kaki kami yang terasa sudah pegal, untuk kami luruskan pada lantai bumi yang rindang oleh dedaunan pohon. Tak mengapalah lesehan sejenak.

”ya anggaplah berbicara kepada buku diary, meski tidak memberi solusi, tapi hati merasa tenang, karena segala yang kita pikirkan sudah tidak ditampung sendiri. Istilahnya udah tercurahkanlah” ia memberiku senyum manis. Senyum yang jelas berbeda denganku. Tidak mampir dua detik, juga benar-benar menyiratkan senyum yang tidak bohongan. Ah,,, aku berlebihan sekali.

”malam ini ada jadwal untuk muraja’ah, siapa tahu selesai murajah nanti Rhei bisa leluasa menuliskan kata hati Rhei pada orang yang bisa Rhei percaya” kalimat itu diiringi dengan senyum terbaikknya, lalu berpamit ria, meninggalkan diriku yang masih terduduk.  Langkahnya terayun agak cepat, tersenyum penuh kemenangan sambil menatapku, meninggalkan diriku yang kalah, kalah oleh kecamuk hati yang kini kurasa. Kak Elsa memang tahu mengenai tabiat jelekku ini, sedang ingin sendiri, selalu begitu alasanku. mungkin lantaran alasanku itu hingga dirinya cepat berlalu dari diriku. Ah, terkadang apa yang diketahui orang lain tidak selalu berlaku tetap.  Diary Biru ku keluarkan, kupangku dengan kedua kakiku yang kulipat. Sabodo dengan yang melihat tingkahku yang ini.
”Kak Elsa memang baik Ry, tadi ia menyinggungmu. Tapi tidak menyakitimu dengan kata-katanya yang tidak bisa tinggal diam jika berbicara tentang kebenaran. Beda dengan teman yang lain ya”

”kalau ada masalah cerita saja Rhei, apa susahnya si bercerita. Hati tenang, beban berkurang, tekanan perasaan juga tidak ada. Masa bisanya hanya sama Diary Biru” Rena mencibir beberapa hari yang lalu.

”sekali-kali bercerita ke teman yang bisa dpercaya gak ada masalahnya kok Ukhti, ketimbang hanya cerita ke Diary. Tidak ada jawaban, yang ada malah makin melarut-larut kan masalah” Luna ikut-ikutan, sesudah cibiran Rena masuk ke memoryku.

”ya sudah jika tidak mau cerita, nulis di Diary juga mungkin baik menurut Rhei” Ulya, sedkit lunak dari Rena, dengan waktu yang sama.  

Dan terakhir, sampai kakak senior ikut-ikutan menyingung sikap dinginku yang menurut sebagian teman-temannya kelewat batas. Muka kusut, senyum makin kerucut, jilbab kiut, mirip  uyut-uyut. Gitu omongan Nenni, langsung tanpa tedeng aling-aling, waktu yang sama pula. Ah aku jadi malu sendiri. Benarkah  aku sampai demikian. Tapi peduli apa mereka tentangku. Toh masalahku bukan lah hak mereka untuk bisa mengetahuinya. Lagi, Diary biru menjadi pilihan.

”Jika semua tahu bahkan semua teman-teman satu kost tahu, meski aku sendiripun sudah mengikhlaskannya. Apa benar meraka pun ingin mengiklhaskan perkataanku. Tentang kenyataan yang kini menimpaku . atau mungkin mereka semakin membenciku ya Ry”
”Aku memang terlalu ya Ry, meski sebuah buku, aku rela mengorbankan hak teman-temanku untuk tahu sedikit apa yang menjadi masalahku. Bahkan aku sudah sangat dzolim terhadap teman-temanku, sedikit pun dari teman-temanku tak ada yang tahu tentang permasalahan yang aku hadapi, lagi pula aku terlalu kolot dengan prinsip kurang baikku, banyak teman yang telinganya bermulut. Apa yang didengar langsung disebar, tanpa peduli benar atau tidaknya hal yang didengarnya tersebut, meski aku menepis itu ada pada teman-temanku. Kita semua memang satu halaqah,bahkan sering murajah bareng. Ah dasar memang diriku yang berpenyakit.”

”Penyakit?”
”Ya, satu kata itu”

Gara-gara penyakit  dalam diriku itu aku sering lupa. Lupa untuk mengucek kaos kakiku yang menggunung di pojokan mesin cuci. Lalu tugas-tugas kuliahku, lagi disebabkan lupa. Lalu...dan lalu....ah, gara penyakit dalam diriku itu pula aku menghindar curhat keteman-temanku. Mementingkan malu yang enggak baik ketimbang nyari pemecah masalah. Lalu teman-temanku pula yang menjadi korbannya. Mereka tidak menyukai sikapku yang dingin. Yang malas ngobrol apalagi diajak ngobrol .  Menyepelekan berunding ketimbang curhat ke Diary. Suatu akibat oleh sebab yang aku perbuat. Ah....

Aku memasukkan Diary biruku kedalam tas , lalu kembali memacu langkah kakiku agar dapat menyusul Kak Elsa. Jalanan memanjang itu berakhir kulalui. Ujung dari jalan tersebut sebelah kanannya adalah mengarah ke tempat kost Nurul Hikmah. Kost-kostan yang terkenal dengan penghuninya yang mencintai Al qur’an. Moga aku pun semakin mencintai Al qur’an ya ,amiin.

Setengah berbelok kearah kanan. Tepat di pojok kiri itulah hunian dua lantai itu berdiri. Rena menyambutku dengan sapaan khasnya. Menjulukiku dengan sebutan Mis Diary Biru, lalu menyapaku dengan salam. Jujur, gadis  seumur dengan ku ini sebenarnya sangat ramah, ia memang agak jor-joran soal omongan, namun sapaan hangatnya ketika menyambutku seperti menyambut tamu yang datang dari jauh. Menggenggam  erat tangan kananku, lalu memelukku seraya mengusap pundakku. Keibuan sekali. Jika Kak Elsa, lebih hangat lagi cara menyambutnya. Selain dipeluk juga usap pundakku, tangan-tangan cekatannya akan membantuku untuk membawa bawaanku. Si tas pungunggku selalu menjadi incarannya. Ulya lain lagi, ia biasa menyambutku seadanya. Seada stok sikap yang ia miliki, tapi dirinya selalu menang jika melihat gelagat ada temannya yang satu kost tertimpa masalah. Termasuk diriku. Ia lebih jeli mungkin karena kejeliannya itu jadi membentuk stok sikap seadanya. He, afwan ya Ulya. Duh, mengingat sikap-sikap nan mulia dari teman-teman kost ku ini, aku jadi malu. Kak Elsa, Rena, maupun Ulya tidak patut untuk kusandingkan bahkan menjadi saingan si Diary biruku . Ah,,bahkan mereka menang dalam hal apapun terlebih ketika kedatanganku ke Kostan tercinta  ini. Tidak ada satupun dari ketiga nya menyambutku dengan sikap diamnya. Ah...Diary Biru, menyambutku saja tidak bisa, apalagi memecahkan masalah.
Duh....manalah yang bikin runyam dari perkataanku ini .

###

Keesokan harinya,

Dengan tampang yang berseri-seri ketika menyambut pagi. Selesai jadwal muraja’ah rutinnya. Aku sibuk membuka pintu kamar teman-temanku yang masih tertutup rapat. Menarik Kak Elsa yang masih sibuk memegang Al Qur’an, meminta Ulya plus Rena untuk mengekorku dari belakang. Pagi ini pokoknya heboh oleh aksiku yang tidak seperti biasanya.

”Ada apa ukhti sebenarnya?”

Serempak dan kompak, kata itu yang keluar dari mulut Kak Elsa, Rena, Luna, Ulya, dan Risma. Wuih,,,macam kuis bikin tema kompak gitu. Aku nyengir kuda. Jarang-jarang hal ini bisa kulakukan. Tapi sudahlah, sudah terlanjur mengumpulkan mereka. Lagian juga sepuluh menit lagi lima sohib satu cita-cita itu sudah akan balik ke kamar masing-masing.

Kak Elsa penasaran, Risma sedikit mengkerut, Ulya plus Luna satu face dengan Risma. Mengkerut sekali. Ini jadwal untuk murajaah Bu, mungkin begitu bahasanya. Tapi please deh. Aku minta waktu sebentar saja. Sebentar untuk kebaikan  yang tidak sebentar. Semuanya kubawa pada ruang tengah yang biasa digunakan untuk belajar bersama.
”Afwan sebelumnya”
Kak Elsa tersenyum ringan, seperti bisa menebak apa aksiku selanjutnya. Ia lebih mendekat ke arahku, Luna Ikut-ikutan, yang lainnya benar-benar kompakan. Ikut pula mendekat ke arahku, meski face penasaran masih tertahan pada diri masing-masing.  
”Boleh kapan-kapan aku mau curhat” ringan sekali kalimat itu menguncur dari pita suara ku.
Lalu dengan kompakan pula berkata ” ya ampun ukhtiii....” dan semua seperti ingin menjitak kepala ku dengan ringan, kecuali Kak Elsa yang senyumnya makin berkembang. Benar-benar tidak dua detik.
Allohumma, adakah yang lebih indah dari persaudaraan karnaMu ini. Maka ikatkanlah kami dalam barisan orang-orang yang senantisa bersyukur kepadaMu. Diary biru kubuka, mencatatkan pada lembarannya akan hal yang kini kurasa indah juga.

Bogor, 5 Mei 2011


Rumah Tercinta,
Ayesha Tiana

Kamis, 01 Desember 2011

Your Slideshow Title Slideshow Slideshow

Your Slideshow Title Slideshow Slideshow: TripAdvisor™ TripWow ★ Your Slideshow Title Slideshow Slideshow ★ to Jakarta. Stunning free travel slideshows on TripAdvisor

Kamis, 20 Oktober 2011

Titip Salam Pada Lawan Jenis

Kali ini, Saya kembali share Informasi yang Penting dari sebuah majalah Islam Remaja, Yaitu majalah Elfata, dari halaman "Tanya Ustad" Selain bahasa yang digunakan juga ok banget untuk kawula muda, informasinya pun, so pasti terjamin berguna. Insya Alloh,,

Assalamu'alaikum. Ustadz, ada beberapa poin yang pengin Saya tanyain;
1. Bagaimana menurut Islam tentang wanita menyapa laki-laki  yang tak ada hubungan keluarga? apakah boleh? dan bagaimana etikanya?
2. Bagaimana hukumnya menitip salam kepada orang lain? Dalam hal ini beda lawan jenis?
3. Ada batasan busana bagi seorang muslimah dewasa? Apakah harus memakai jilbab yang besar dan berwarna gelap?


Wa'alaikusalam warohmatullohi wabarokatuh,

Alhamdulilah. Hubungan interaksi terhadapa sesama itu termasuk dari bagian agama Islam yang amat kita cintai. Dengan sesama, tentu melibatkan manusia sesama jenis, atau yang berlainan jenis. Namun, seperti juga dalam berbagai hal, seperti makan, minum, berpakaian, dalam hal pergaulan interpersonal, pergaulan antar manusia yang satu dengan yang lain, Islam juga memilki aturan. Namun, dasarnya adalah sama, tercakup dalam sebuah kaidah besar: Asal dari ibadah adalah haram, kecuali ada dalil yang menetapkan syariatnya. Asal dari muamalah/ pergaulan secara umum adalah mubah, kecuali ada dalil yang menetapkan keharamannya.

Artinya, bila ingin beribadah secara khusus, seperti melakukan shalat, puasa, haji, membaca Al Qur'an dan yang lainnya, yang pertama kali dipikirkan seorang muslim adalah: mana dalilnya? mana tuntunannya? kalau tidak ada dalil dan tuntunannya, maka ibadah  tersebut haram, dilarang. Kita tidak bisa menciptakan jenis shalat sendiri, menentukan waktunya sendiri, menentukan jumlah rakaat dan tata caranya sendiri. Semua harus ada dalil dan petunjuknya.

Selasa, 04 Oktober 2011

Ayo lamar calon suami shalihmu

“Ayo lamar suami shalihmu”

Hari gini, mau ngelamar calon suami, beneran gak siiy,,,ehm..ehm,,,baiklah toh tak ada salahnya bukan, seorang akhwat  shalihah yang telah siap untuk menikah melamar duluan calon suami shalihnya. Dalam artian “NEMBAK ngajak nikah” gitu lo,,,,nah dibawah ini adalah artikel yang penulis dapat dari situs www.eramuslim.com, coba baca dulu deh,

Wanita Aman Nembak Duluan
Oleh Anas bin Abdul Mulk
"Apabila datang laki-laki (untuk meminang) yang kamu ridhoi agamanya dan akhlaknya maka Nikahkanlah dia, dan bila tidak kamu lakukan akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang meluas." (HR. Tirmidzi dan Ahmad)
Keluarga A menolak lamaran si Fulan yang diketahui baik agamanya, padahal anaknya masih gadis yang sangat menyukai Fulan. Si gadis dipaksa menerima lamaran lelaki lain, maka Di kemudian hari timbul kerusakan, Si gadis menderita dan si Fulan menderita. Karena mereka masing masing menikah dengan orang lain yang tidak disukainya.
Sebutlah Fulanah, yang terhindar dari lamaran lelaki yang tidak disukainya, dengan cara nembak duluan lelaki yang disukainya. Fulanah yang cerdas mencoba mencontoh cara Khadijah RA yang tertarik pada keindahan agama lelaki yag disukainya.
Kisah Khadijah RA ialah ketika Setelah Muhammad pulang berdagang dari Syria, Muhammad makin beranjak dewasa, makin terkenal sebagai orang yang dapat dipercaya Al Amin.
Berita mengenai Al Amin tersebut dibawa oleh salah satu bibi nabi bernama Atikah yang menyampaikannya kepada Khadijah, seorang wanita pengusaha sukses yang sedang membutuhkan manager yang dapat dipercaya untuk membawa barang dagangan ke Syria.
Menjelang pertemuan dengan Muhammad untuk melakukan MOU/perjanjian perdagangan, Khadijah berdebarhatinya karena mendengar harumnya nama Muhammad.
Singkat kata, Terjadilah pertemuan bisnis antara rombongan Khadijah dan Muhammad. Dalam MOU (kesepakatan) Muhammad mendapat tugas membawa barang dagangan ke Syria, sama seperti jalur dagang waktu bersama pamannya saat Muhammad berusia 12 tahun.
Khadijah ingin mengenal (taaruf) dengan Muhammad dengan cara yang unik, yaitu : Khadijah memerintahkan asisten kepercayaannya Maisaroh agar ikut rombongan Muhammad membantu dalam perjalanan perdagangan. sehingga Khadijah bisa mengetahui sifat-sifat terpuji Muhammad
Karena salah satu cara mengenal sifat manusia ialah dengan melakukan perjalanan / musafir dalam sebuah rombongan
berikut cara unik khadijah mengenal (taaruf) calon suaminya
Khadijah berbisik pada Maysarah "Bantulah Muhammad, jangan kamu menolak perintahnya, dan perhatikan apa yang Muhammad kerjakan di sepanjang perjalanan, nanti saat kau kembali, katakan semuanya padaku"
Maysarah mendengarkan dan mematuhi apa yg diperintahkan siti Khadijah (bossnya), dalam perjalanan rombongan nabi berdagang di syria (syam), maysaroh melihat awan besar melindungi rombongan dan awan kecil terus mengikuti nabi memayungi nabi dari panasnya gurun pasir yang seolah membakar kulit. Maysaroh takjub.
Perdagangan sukses mendapat laba/ untung besar karena kejujuran dan ketulusan Muhammad Al Amin, ketika rombongan kembali ke markas bisnis Khadijah. Khadijah merasa senang mendengar semua cerita perjalanan dari maysaroh dan khadijah memberikan upah dan hadiah yang besar kepada Muhammad.
Khadijah makin yakin bahwa Muhammad akan menjadi nabi, Khadijah makin terpesona oleh ketulusannya. Lalu Khadijah menyampaikan maksudnya dengan cara meminta bantuan Nafisah yang menyampaikan maksud hatinya tersebut.
Nafisah dengan senang menyampaikan kepada Muhammad, Muhammad akhirnya meng-iyakan.
Nafisah menyampaikan berita gembira itu kepada khadijah. Betapa bahagianya Khadijah mendengar berita itu bagaikan ingin terbang.. rasanya.
Abu Thalib pamannya nabi dan bibinya nabi juga ikut senang mendengarnya dan mendukung pernikahan itu, pernikahan yang indah itu. Muhammad memberi mahar 20 ekor unta (unta di zaman itu adalah kendaraan termahal setelah kuda, jadi 20 unta setara dengan 20 buah mobil mewah di masa kini)
Demikianlah, Wanita melamar ("nembak") duluan dalam arti "memberi sinyal" bukan melamar dalam bentuk upacara adat / ritual
Bila wanita hanya bersifat menunggu tembakan maka akan banyak wanita terjebak oleh lamaran pria yang tidak dicintainya, lalu menolaknya sehingga wanita bisa mendapat fitnah (kerusakan yang meluas) bila menolak lamaran yang datang dari laki-laki baik (shalih) tersebut.
Apalagi di zaman materi ini, banyak lelaki baik-baik tetapi sayang secara lahir dan materi kurang “berkepribadian” (kurang rumah pribadi dan kendaraan pribadi), lelaki model begitu, biasanya bukan idaman kebanyakan wanita masa kini.
Wanita masa kini banyak yang melupakan sabda Nabi tersebut: bila pihak wanita menolak lamaran lelaki baik maka akan timbul fitnah (kesusahan/cobaan/kerusakan yang meluas), bahkan meluasnya kerusakan di masa depan.
Berbagai fitnah/cobaan akan datang. Contohnya
Bisa saja berakibat wanita tersebut menjadi perawan tua, atau si wanita menjadi sangat telat nikah, kalaupun dia menikah maka sebagian dari mereka menikah terpaksa dan mendapat fitnah/menderita menikah dengan lelaki yang tidak dicintainya.
Rumah tangganya menjadi tidak sakinah alias terlalu sering ribut. tidak ada rasa sakinah (tenang) di hati keluarga mereka.
Jadi, Agar wanita terhindar dari hal seperti di atas, maka lebih baik wanita "nembak duluan" silakan perempuan memilih pria yang disukai. Mau Yang ganteng? Atau mau yang pintar atau alim? Atau yang kaya? Terserah anda asalkan amal(perbuatan) dienul islamnya bagus.
Daripada wanita keduluan dilamar pria baik-baik (shalih) diridhai agamanya tetapi wanita atau orangtua menolak, maka keluarga bisa kena bala. Maka Lebih baik si wanita "melamar" duluan. Perkara nanti (takut) ditolak itu resiko.
Agar wanita tidak malu dan tidak gengsi, maka wanita bisa menggunakan jasa perantara alias PI (private investigator) atau bahasa kerennya "mack chomp blanc".
Apabila datang laki-laki (untuk meminang) yang kamu ridhoi agamanya dan akhlaknya maka nikahkanlah dia, dan bila tidak kamu lakukan akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang meluas.
(HR. Tirmidzi dan Ahmad)
Bagaimana dengan komentar, “Gengsi Dong?”
Kebanyakan perempuan kan gengsi kalau mereka yg ’melamar’ duluan.?
Mari kita Jawab: Tidak perlu gengsi, karena banyak sejarah perempuan “menembak” duluan. Siti Julaeha “menembak duluan” Nabi Yusuf AS, yang tampan.
Siti Khadijah “menembak duluan” Nabi Muhammad SAW yang (menurut ulama) Nabi Muhammad SAW lebih tampan daripada nabi Yusuf.
So, wanita yang gengsi akan kalah cepat dan rugi.
“Wah kesempatan nih....! “kata lelaki
Iya kesempatan bagi wanita juga dan juga pria agar berani melamar, mengungkapkan isi hatinya, soal teknis bisa pakai perantara seperti Maysarah, atau kalau berani, wanita langsung bicara dengan cara yang baik.
Kalau Baru Tahap Ta’aruf Bagaimana?
Kalau baru taaruf tidak masalah, karena tidak ada soal penolakan atau tidak penolakan. Taaruf baru tahap saling berkenalan, siapapun boleh kenalan tidak perlu ambil keputusan menerima atau menolak.
berbeda dengan Khitbah (melamar/meminang) “nembak secara resmi”. Dalam meminang wanita berhak menerima lelaki yang baik pengamalan agamanya dan menolak lelaki yang tidak baik pengamalan agamanya.
Bagaimana Kalau Orang tua nggak ridha? kan ana tidak mau jadi anak durhaka?
Bila orang tua yang menolak lamaran calon menantunya yang sudah terbukti baik agamanya maka orangtua sekeluarga tersebut akan mendapat “fitnah di muka bumi dan kerusakan yang meluas”. Orang tua yang shalih biasanya tidak akan menolak lamaran pria yang shalih
Bagaimana Sesudah istikharah tetapi orang tua juga tetap menolak ?
Sang orangtua harus diberi pemahaman dan doa dari anak-anaknya.
Jadi, segeralah “menembak duluan” lelaki yang baik amal dienul islamnya.
Siapa cepat, dia dapat…
ERAMUSLIM > OASE IMAN
http://www.eramuslim.com/oase-iman/anas-bin-abdul-mulk-wanita-aman-nembak-duluan.htm
Publikasi: Selasa, 21/06/2011 14:04 WIB

 hayo..bagaimana ukhti muslimah,  hari gini mau "ngelamar calon suami shalihmu, sah-sah saja kan"
Salam Ukhuwah